Saya telah mengenyam pendidikan di Indonesia hampir 12
tahun. Selama itu juga saya sering mengamati apa yang sebenarnya terjadi di
dalam proses mencerdaskan bangsa ini. Pendidikan sejatinya adalah satu komponen
utama dalam pembangunan negara ini. Dengan pendidikan yang tinggi dan
berkualitas. pembangunan yang digadang-gadangkan oleh Indonesia harusnya dapat
menuju hasil yang diharapkan.
Tetapi, di tahun terakhir saya, saya menemukan bahwa sistem pendidikan yang ada
di Indonesia tidak sebaik yang diharapkan oleh banyak orang. Salah satu yang
saya sesali adalah sistem penerimaan mahasiswa baru untuk jenjang perguruan
tinggi. Indonesia memiliki sistem penerimaan mahasiswa baru yang berbeda
tergantung dari status universitas yakni negeri ataupun swasta. Biasanya
universitas negeri akan memiliki 2 sistem penerimaan yakni melalui jalur yang
terpisah dengan pemerintah dan jalur yang dipegang oleh pemerintah. Jalur yang
dipegang oleh pemerintah ini terbagi lagi menjadi 2 bagian yaitu SBMPTN dan
SNMPTN. Kedua sistem ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Sistem SBMPTN
secara utuh menggunakan nilai hasil seleksi bersama sebagai dasar penerimaan sedangkan
SNMPTN menggunakan nilai rapor dan rekam jejak prestasi sebagai komponen
penilaian.
Kedua sistem ini menurut saya sangat efisien dalam menyeleksi siapa yang dapat
mendapatkan kursi dan siapa yang tidak. Waktu yang dibutuhkan relatif cepat dan
biaya bahkan ditanggung oleh peserta seleksi. Namun, saya merasa bahwa kedua
sistem ini sangatlah tidak adil dan memiliki beberapa poin yang seharusnya
dapat diperbaiki. Pada SBMPTN misalnya, nilai hasil tes seleksi yang
dilaksanakan selama 1 hari itu menjadi satu-satunya nilai untuk menentukan
siswa masuk atau tidak. Sangat disayangkan jika pada kesempatan itu siswa
misalnya mengalami sakit atau hambatan sehingga tidak dapat mengerjakan soal
dengan baik. Siswa tersebut harus gagal walaupun kemampuan sebenarnya dapat
lebih dari apa yang telah tertulis di lembar jawaban. Sedangkan siswa yang
mungkin selama 3 tahun belajar tetapi tidak maksimal dalam penyerapan materi
dapat lolos setelah mengejar ketinggalan selama beberrapa bulan. Sistem lain
yakni SNMPTN, sistem yang mengandalkan nilai rapot siswa selama belajar di
bangku SMA dan prestasi yang mungkin dicetak oleh peserta didik. Masalah
kembali muncul ketika para siswa yang semakin ambisus dan kadang lupa pada
sebuah etika dan integritas. Mereka mencari jalan yang efektif serta solutif
untuk meningkatkan performa nilai rapot setiap semester tanpa usaha yang
maksimal.
Kalau kita melihat pendidikan yang ada di negara lain seperti Amerika serikat
atau Inggris yang merupakan favorit saya dalam model pendidikan. Walaupun
pendidikan Amerika serikat yang sama-sama memiliki kacut marut tersebut, masih
terdapat poin-poin yang bisa dikaji. Dengan menitikberatkan pada sistem
penerimaan mahasiswa baru, Amerika memiliki sebuah sistem yang sangat tertata.
Setiap siswa harus mengikuti yang namanya SAT (Scholastic Aptitude Test) untuk
dapat mendaftar pada universitas. SAT yang terdiri dari 2 macam ini, yakni SAT
reasoning (lebih seperti tes analisis, verbal, dan matematika standar) lalu SAT
Subject Test (tes yang menguji mata pelajar tertentu seperti Matematika,
Fisika, dan Kimia). Siswa yang telah mengambil salah satu atau kedua tes
tersebut menyertakan nilainya pada aplikasi pendaftaran disertai dengan essay,
nilai rapor, Lalu ada tahap wawancara face-to-face dengan pihak admission.
Kualitas siswa dalam hal ini kemampuan komunikasi. akademik, dan kepemimpinan
adalah aspek yang menentukan kelulusan siswa ke universitas tersebut.
Kurikulum Inggris yakni Cambridge A Level dipakai di beberapa negara
persemakmuran seperti Singapura dan Sri langka. A level yang merupakan Advanced
Level ini setingkat SMA sedangkan O level atau Ordinary level setingkat dengan
SMP. Ujian Cambridge A Level adalah salah satu komponen untuk memasuki
universitas. Menurut pengalaman saya pribadi, soal-soal Cambridge A Level
memiliki aspek penilaian seperti pemahaman pada konsep serta kemampuan analisis
dengan proporsi yang seimbang. Sehingga siswa akan benar-benar mengembangan
berpikir kritis, kreatif, dan solutif dengan baik. Bahkan nilai ujian akhir mereka
dijadikan salah satu penentu kelulusan dalam seleksi masuk universitas yang
akan disandingkan dengan hasil wawancara bersama pihak penyeleksi.
Mungkin dengan kondisi geografis serta sosial di Indonesia, sistem yang ada
sekarang sudah sangat tepat untuk menyeleksi siapa yang dapat kursi dengan
waktu yang singkat. Walaupun, pemerintah dapat bekerja lebih keras untuk
memikirkan jenis seleksi yang baru, yang benar-benar menyeleksi siswa lebih
baik. Sehingga Indonesia dalam urusan pendidikan tinggi tidak mengalami
kemunduran setiap tahunnya.
Catatan:
Tulisan ini hanya merupakan opini saya semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar