Minggu, 18 Desember 2016

Penerimaan Mahasiswa Baru di Indonesia

Saya telah mengenyam pendidikan di Indonesia hampir 12 tahun. Selama itu juga saya sering mengamati apa yang sebenarnya terjadi di dalam proses mencerdaskan bangsa ini. Pendidikan sejatinya adalah satu komponen utama dalam pembangunan negara ini. Dengan pendidikan yang tinggi dan berkualitas. pembangunan yang digadang-gadangkan oleh Indonesia harusnya dapat menuju hasil yang diharapkan.

Tetapi, di tahun terakhir saya, saya menemukan bahwa sistem pendidikan yang ada di Indonesia tidak sebaik yang diharapkan oleh banyak orang. Salah satu yang saya sesali adalah sistem penerimaan mahasiswa baru untuk jenjang perguruan tinggi. Indonesia memiliki sistem penerimaan mahasiswa baru yang berbeda tergantung dari status universitas yakni negeri ataupun swasta. Biasanya universitas negeri akan memiliki 2 sistem penerimaan yakni melalui jalur yang terpisah dengan pemerintah dan jalur yang dipegang oleh pemerintah. Jalur yang dipegang oleh pemerintah ini terbagi lagi menjadi 2 bagian yaitu SBMPTN dan SNMPTN. Kedua sistem ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Sistem SBMPTN secara utuh menggunakan nilai hasil seleksi bersama sebagai dasar penerimaan sedangkan SNMPTN menggunakan nilai rapor dan rekam jejak prestasi sebagai komponen penilaian. 

Kedua sistem ini menurut saya sangat efisien dalam menyeleksi siapa yang dapat mendapatkan kursi dan siapa yang tidak. Waktu yang dibutuhkan relatif cepat dan biaya bahkan ditanggung oleh peserta seleksi. Namun, saya merasa bahwa kedua sistem ini sangatlah tidak adil dan memiliki beberapa poin yang seharusnya dapat diperbaiki. Pada SBMPTN misalnya, nilai hasil tes seleksi yang dilaksanakan selama 1 hari itu menjadi satu-satunya nilai untuk menentukan siswa masuk atau tidak. Sangat disayangkan jika pada kesempatan itu siswa misalnya mengalami sakit atau hambatan sehingga tidak dapat mengerjakan soal dengan baik. Siswa tersebut harus gagal walaupun kemampuan sebenarnya dapat lebih dari apa yang telah tertulis di lembar jawaban. Sedangkan siswa yang mungkin selama 3 tahun belajar tetapi tidak maksimal dalam penyerapan materi dapat lolos setelah mengejar ketinggalan selama beberrapa bulan. Sistem lain yakni SNMPTN, sistem yang mengandalkan nilai rapot siswa selama belajar di bangku SMA dan prestasi yang mungkin dicetak oleh peserta didik. Masalah kembali muncul ketika para siswa yang semakin ambisus dan kadang lupa pada sebuah etika dan integritas. Mereka mencari jalan yang efektif serta solutif untuk meningkatkan performa nilai rapot setiap semester tanpa usaha yang maksimal. 

Kalau kita melihat pendidikan yang ada di negara lain seperti Amerika serikat atau Inggris yang merupakan favorit saya dalam model pendidikan. Walaupun pendidikan Amerika serikat yang sama-sama memiliki kacut marut tersebut, masih terdapat poin-poin yang bisa dikaji. Dengan menitikberatkan pada sistem penerimaan mahasiswa baru, Amerika memiliki sebuah sistem yang sangat tertata. Setiap siswa harus mengikuti yang namanya SAT (Scholastic Aptitude Test) untuk dapat mendaftar pada universitas. SAT yang terdiri dari 2 macam ini, yakni SAT reasoning (lebih seperti tes analisis, verbal, dan matematika standar) lalu SAT Subject Test (tes yang menguji mata pelajar tertentu seperti Matematika, Fisika, dan Kimia). Siswa yang telah mengambil salah satu atau kedua tes tersebut menyertakan nilainya pada aplikasi pendaftaran disertai dengan essay, nilai rapor, Lalu ada tahap wawancara face-to-face dengan pihak admission. Kualitas siswa dalam hal ini kemampuan komunikasi. akademik, dan kepemimpinan adalah aspek yang menentukan kelulusan siswa ke universitas tersebut. 

Kurikulum Inggris yakni Cambridge A Level dipakai di beberapa negara persemakmuran seperti Singapura dan Sri langka. A level yang merupakan Advanced Level ini setingkat SMA sedangkan O level atau Ordinary level setingkat dengan SMP. Ujian Cambridge A Level adalah salah satu komponen untuk memasuki universitas. Menurut pengalaman saya pribadi, soal-soal Cambridge A Level memiliki aspek penilaian seperti pemahaman pada konsep serta kemampuan analisis dengan proporsi yang seimbang. Sehingga siswa akan benar-benar mengembangan berpikir kritis, kreatif, dan solutif dengan baik. Bahkan nilai ujian akhir mereka dijadikan salah satu penentu kelulusan dalam seleksi masuk universitas yang akan disandingkan dengan hasil wawancara bersama pihak penyeleksi. 

Mungkin dengan kondisi geografis serta sosial di Indonesia, sistem yang ada sekarang sudah sangat tepat untuk menyeleksi siapa yang dapat kursi dengan waktu yang singkat. Walaupun, pemerintah dapat bekerja lebih keras untuk memikirkan jenis seleksi yang baru, yang benar-benar menyeleksi siswa lebih baik. Sehingga Indonesia dalam urusan pendidikan tinggi tidak mengalami kemunduran setiap tahunnya. 

Catatan: 
Tulisan ini hanya merupakan opini saya semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar