Sabtu, 23 April 2016

Fisika, siapa takut?

Di acara ini setiap orang memilih fakultas serta jurusannya masing-masing karena pada dasarnya kita akan membuat penelitian sesuai bidangnya masing-masing. Pada pertama kali saya mendaftar untuk jurusan teknik kimia. Sampai pada akhir pengumuman siapa saja yang lolos, teknik kimia masih menyertai nama saya.

Ketika datang ke acara ini tepat pada hari kedua saya diberi tahu bahwa saya dipindahkan dari teknik kimia ke departemen lain. Rasanya agak sedikit kecewa tetapi juga penasaran karena saya baru diberitahu akan dipindahkan kemana pada esok harinya.

Setelah Reaksi
Esok harinya saya diberitahu bahwa departemen saya menjadi fisika dengan fakultasnya ilmu sains murni. Teman-teman saya bahkan kaget dengan kepindahan saya ini mungkin karena ya fisika. Sebenarnya kesalahan saya juga bisa dipindahkan ke sini. Saya menulis kolom alasan memilih jurusan teknik kimia dengan “Karena saya menyukai fisika dan kimia, maka saya rasa Teknik kimia merupakan pilihan yang tepat” walaupun terdengar dangkal tetapi memang itu yang saya tulis. Akhirnya saya harus menempati departemen fisika karena salah satu perwakilan Vietnam yang berada di departemen fisika tidak jadi hadir di camp ini.

Mempelajari fisika tingkat SMA saja rasanya sudah susah apalagi belajar fisika disini. Mungkin hal tersebut selalu terbesit selama beberapa sebelum memasuki ruangan laboratorium. Tetapi setelah melakukan beberapa observasi, fisika tidak sesulit yang dibayangkan. Setelah memasuki laboratorium serta mengikuti beberapa sesi praktikum, saya lalu diberitahukan mengenai projek yang akan saya lakukan. Pembimbing saya menjelaskan projek saya mengenai Silver Nanowire. Sebenarnya projek tersebut merupakan projek pembimbing saya dengan sedikit modifikasi. Silver nanowire adalah sebuah kawat nano yang berasal dari reaksi tembaga dan perak nitrat. Pada penelitian ini, tembaga ditaruh pada kaca ITO dan diberikan sumber listrik ketika reaksi berlangsung. Saya menganalisis hasil pemberian sumber listrik tersebut terhadap proses sintesis silver nanowire.
Kumpulan Kaca ITO 

Menurut saya, para pembimbing saya memberikan banyak sekali bantuan dalam penelitian tersebut. Kadang saya merasa membebani mereka yang mau meluangkan waktunya untuk saya seorang. Baik banget kan?

Jadi, pembimbing saya yang pertama itu adalah Dr. Tula Jutarosaga seorang professor Fisika lulusan S3 Amerika. Impressi saya pertama ketemu adalah akhirnya ketemu orang Thailand yang ngobrol bahasa inggris dengan aksen yang bersih. Jadi hampir semua penjelasan yang beliau katakan saya paham. Terus, beliau bahkan mengira saya berasal dari sekolah internasional dan ia terus memuji bahasa inggris saya. Padahal kalau kalian ingin tahu bahasa inggris saya masih pas-pasan loh. Sayangnya beliau tidak bisa sering menemani saya selama kegiatan tersebut karena padatnya jadwal sebagai seorang dekan fakultas mipa.

Pembimbing kedua saya yakni Miss Chanika atau biasa saya panggil Miss Gib. Dia adalah murid S2 yang sabaran banget buat ngajarin saya selama kegiatan ini. Kebetulan dia sedang mengerjakan projek untuk tugas akhir dan sering banget ada di Thin Film Room. Ohya Thin Film Room itu juga menjadi salah satu markas utama saya di kampus Bangmod hehehe.

Pembimbing ketiga saya adalah Mr. Ekkhapop atau Ackapop. Beliau adalah salah satu tenaga pengajar di jurusan fisika. Beliau juga sabaran banget buat ngajarin saya banyak hal mulai dari lab fisika dasar yang isinya seabrek sama sistem sputtering. Nah kalau beliau sih tempatnya ada di lab sputtering biasanya ditemenin sama Mr. Panin. Jadi mesin sputtering itu fungsinya untuk melapisi kaca tipis dengan berbagai macam zat sesuai kebutuhan. Lapisan yang dihasilkan itu tipis banget ukurannya sekitar nanometer. Biasanya sesi pagi hari bakal sama Ms. Gib baru deh sorenya sama beliau. Yang masih sekarang saya ingat adalah beliau selalu mentraktir kopi di Science Learning Center. Salah satu tempat nongkrong anak fakultas sains yang tempatnya asik banget. Pokoknya beliau baik banget deh!


Fisika yang saya kira sangat sulit ternyata ada salahnya juga. Saya merasa sangat beruntung bisa dipindahkan ke jurusan ini karena mungkin saya menemukan banyak hal berharga di kegiatan ini bersama ketiga orang tersebut. Jadi kangen deh…

Recalling

Kata orang pengalaman berharga itu tidak pernah bisa dibayarkan dengan sebesar uang manapun. Pengalaman 26 hari saya di Thailand telah membuktikannya. 

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya mengunjungi Negara yang terkenal akan vihara serta makanan yang tidak disangsikan rasanya. Sampai pada saat perwakilan dari KMUTT datang ke sekolah saya memberikan presentasi, saya sangat menginginkan pengalaman ini. Mereka datang ke beberapa Negara untuk mempromosikan universitasnya dengan acara 2B-KMUTT Camp. Sebuah kemah musim panas yang bertujuan mengenalkan lingkungan kampus dengan penelitian sebagai salah satu kegiatannya. 

Logo yang dipakai setiap tahun
KMUTT sebuah universitas yang berbasis teknologi dan riset. Universitas tersebut memiliki 4 kampus yang berada di Bangkok tepatnya Bangmod, Bang Khu Tien, Ranchaburi, dan satunya lagi saya lupa. Kampus intinya berada di Bangmod yang merupakan salah satu distrik di kota Bangkok. 

2B-KMUTT Camp ini sendiri dihadiri oleh sekitar 150 siswa dari penjuru Thailand serta 17 siswa berasal dari berbagai Negara. Kebetulan tahun ini Indonesia menyumbang sebanyak 7 orang, sedangkan sisanya berasal dari Vietnam, Jepang, India, dan Filipina. Terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 9 orang siswa dari Indonesia dan beberapa orang dari Myanmar. 

Kegiatan yang dilakukan selama 26 hari ini bermacam-macam. Awalnya saya kira hanya akan berada dalam siklus belajar-penelitian-belajar tetapi itu tidak sepenuhnya benar. Memang senin-jumat biasanya dihabiskan dengan belajar dan membuat penelitian. Tetapi, hari sabtu-minggu adalah waktu bersama senior dan anggota camp lainnya.  Kegiatanya macam-macam mulai dari acara menari yang katanya merupakan tarian asli Thailand, olahraga antar tim, dan bahkan jalan-jalan ke pusat kota Bangkok. Seperti liburan bukan?

Jalan-jalan merupakan bagian yang saya sukai dari acara ini. Terjebak di asrama yang harus menggunakan bus selama 45 menit untuk sampai ke kampus inti membuat saya jenuh. Tahun ini semua peserta camp ditempatkan di asrama yang terletak di Bang Khu Tien, daerah ini terletak paling selatannya kota Bangkok. Pemandangan yang dapat dinikmati selama perjalanan adalah sejenis empang (saya tidak tahu nama aslinya), semak-semak, dan kedai-kedai kecil. Tidak ada bangunan megah ataupun bangunan yang menutupi sinar matahari kalau sedang berjalan di bawahnya. 

Jauh dari pusat kota memang memiliki keuntungan sendiri. Saya menemukan kententraman dan perasaan damai selama berada di asrama. Akan berbeda rasanya jika berada di Bangmot yang padat serta ramai. 

Perjalanan ini memberikan sebuah pengalaman yang tidak akan dilupakan dalam hidup saya. 26 hari tersebut membuka mata, hati, dan telinga saya terhadap dunia ini. Terdapat banyak hal yang akan saya ceritakan tentang perjalanan ini. Tulisan ini merupakan gerbang dari proses pemanggilan kembali ingatan-ingatan tersebut. Seseorang pernah berkata bahwa “salah satu cara untuk tidak melupakan ingatan adalah dengan menulis”. Cara tersebut akan saya coba agar ingatan berharga ini tetap ada selamanya sebagai tanda bukti sebuah pengalaman yang pernah saya lalui.